Berbarengan dengan itu kantor-kantor pusat partai di kan pula ke Jakarta

Jumlah kami cuma di bawah 20 orang lelaki perempuan, tua-muda.

Kami makan bersama.

Kisah tentang kakanda Rasjidin Rasjid masih ada lanjutan- nya.

Setelah berumah tangga dia kembali pulang kampung mengabdi di dunia pendidikan Muhammadiyah di Lawang.

D mpung dia meneruskan estafet generasi ulama loka akarta, 1950-an Menggeluti Dunia Pers memberi hormat dengan khidmat.

Tapi lebih dari itu tukang becak yang sedang asyik menggenjot becaknya aka berhenti sejenak; kemudian mengejar serta-merta Itu bakti terakhir kita kepada almarhum,"ujar mereka seorang usungan tersebut dan ikut memikul keranda barang beberapa langkah.

Sekarang usungan seperti itu nyaris tidak ditemui lagi sebab jenazah sudah dibawa dengan mobil ambulance dan tanah makam cukup jauh dari rumah duka dibanding waktu itu.

Yang tak bisa pupus dari ingatan adalah bahwa dulu di tempat-tempat tertentu di atas cabang pohon pelindung pinggir jalan orang meletakkan gentong berisi air minum, setinggi yang bisa dijangkau, dilengkapi centong atau gayung pengambil air:.

Tidak hanya di jalan-jalan kecil, tetapi juga terdapat di jalan protokol alias boulevaart seperti Nassau Boulevaart (Jalan Imam Bonjol sekarang), atau di Oranjebou- levaart (Jalan Diponegoro).

Di Jakarta tempo doeloe hanya terdapat empat boulevaart.

Di Jakarta tempo doeloe hanya terdapat empat boulevaart

Dua lagi Van HuetzBoulevaart (sekarang Taman Cut Mutia) dan Minangkabau Boulevaart.

Jalannya rapi dan bersih.

Pejalan kaki, tukang becak atau siapa pun dapat mengambil air tersebut, kemudian meneguknya melepas dahaga.

Bila air habis, ada saja yang menambah lagi.

Adakah yang begitu sekarang? Adalah pemandangan biasa di perkampungan Betawi membaca undangan terbuka kepada siapa yang lewat di muka- muka gang kecil pada diterangi lampu-lampu telong tanglung dengan nyala lilin yang di luarnya ditulis "Selamat Datang Tetamu".Di bawahnya ditulis nama pengundang, misalnya "M Bokir, tukang las".

Itu artinya lokasi tempat pesta perkawinan undangan M.

Bokir.

Dulu kartu undangan kertas biasa saja.

Tidak lux seperti sekarang pakai denah lokasi segala.

Waktu kondangan biasanya tiap malam Minggu.

Keluarga yang mampu menyelenggarakan acara hiburan pestanya dengan orkes.

 Berbarengan dengan itu kantor-kantor pusat partai di kan pula ke Jakarta

Undangan terbuka seperti itu kini hampir tidak ditemui lagi di ibukota Jakarta Perkampungan orang Betawi waktu itu tersebar lokasinya antara lain kawasan Matraman, Tanah Abang, Sawah Besar, Petojo, Kramat, Salemba, Krukut, Cikini, Kwitang, Senen, 83 Jakarta, 1950-an Menggeluti Dunia Pers satuan tentara TN/AD Batalion Kala Hitam untuk m gantikan tentara Belanda.

Berbarengan dengan itu kantor-kantor pusat partai di kan pula ke Jakarta.

Sekretariat Dewan Pimpinan Partai (DPP) Masyumi, pindah dari Yogyakarta ke Jakarta.

a di Kramat Raya No.

62 bersebelahan dengan toko buku "Tinta Mas" milik M.

Zen Jambek salah seorang putra Svech Moh.

Jamil Jambek.

Berhadapan persis dengan pusat Kantony BVM pengelola angkutan tram, dan bus itu.

Kantor Majalah Hikmah pindah ke kantor Masyumi walau majalah itu tidak punya hubungan organisatoris dengan partai.

Di sini saya ketemu pemimpin redaksinya Sidi Mohammad Sjaaf, dan sekretarisnya Dahnial Dahlan.

Comments

Popular posts from this blog

Nasi Box : Resep Tortilla Jagung Dari Masa Harina

Sewa Bus : Petualangan Paket wisata di St Moritz

Catering Jogja Murah : Makan, Ingatan: Sacré Cordon Bleu!